Tugas
makalah
PENTINGNYA
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
DI
SUSUN OLEH :
BENTENAWOLIO.BLOGSPOT.COM
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke
hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan petunjuk-nya
sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Pentingnya
Pendidikan Anak Usia Dini” tepat pada waktunya.
Penulis
berharap dengan adanya makalah ini, dapat memuaskan rasa keingintahuan
teman-teman serta dapat menambah pengetahuan mengenai Pentingnya Pendidikan
Anak Usia Dini. Penulis juga berharap makalah ini dapat berguna dalam aplikasi
kehidupan sehari-hari.
Penulis tentu menyadari bahwa masih
banyak ketidak sempurnaan yang terdapat dalam makalah ini. Kami mohon maaf
apabila terdapat kesalahan-kesalahan dalam penyusunan serta penyampaian isi
dalam makalah ini.
Baubau, Mei 2015
Penulis
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Pembuatan Makalah
BAB II PEMBAHASAN
A. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
B. Landasan Yuridis Tentang PAUD
C. Perkembangan Anak
D. Peranan keluarga
E. Menumbuhkan Kecerdasan Anak Usia Dini
F. Karakteristik Belajar Anak
G. Program Pendidikan Bagi Anak Usia Dini
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Anak
adalah titipan tuhan yang harus kita jaga dan kita didik agar ia menjadi
manusia yang berguna dan tidak menyusahkan siapa saja. Secara umum anak
mempunyai hak dan kesempatan untuk berkembang sesuai potensinya terutama dalam
bidang pendidikan.
Setiap anak dilahirkan bersamaan dengan potensi-potensi yang dimilikinya. Tak ada satu pun yang luput dari Pengawasan dan Kepedulian-Nya. merupakan tugas orang tua dan guru untuk dapat menemukan potensi tersebut. Syaratnya adalah penerimaan yang utuh terhadap keadaan anak.
Dalam bidang pendidikan seorang anak dari lahir memerlukan pelayanan yang tepat dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan disertai dengan Pemahaman mengenai karakteristik anak sesuai pertumbuhan dan perkembangannya akan sangat membantu dalam menyesuaikan proses belajar bagi anak dengan usia, kebutuhan, dan kondisi masing-masing, baik secara intelektual, emosional dan sosial.
Untuk itu pendidikan untuk usia dini dalam bentuk pemberian rangsangan-rangsangan (stimulasi) dari lingkungan terdekat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan kemampuan anak.
B.
Tujuan pembuatan makalah
Adapun
tujuan penulisan Makalah ini adalah sebagai berikut :
- Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan
-
Melatih mahasiswa untuk dapat mengembangkan keterampilan yang dimilikinya.
-
Melatih mahasiswa dalam pengalaman langsung atau tidak langsung dalam
-
Memberikan informasi kepada masyarakat tentang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu
yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan,
pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk
mengajar kebudayaan melewati generasi.
Pendidikan
anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak
sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Pendidikan anak usia dini mulai lahir sampai baligh (kalau perempuan ditandai
menstruasi sedangkan laki-laki sudah mimpi sampai mengeluarkan air mani) adalah
tanggung jawab sepenuhnya orang tua. Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 1 butir 14, pendidikan anak usia
dini didefinisikan sebagai suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak
sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Pendidikan
anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik
(koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta,
kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku
serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap
perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Ada
dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:
1. Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa.
2.
Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar
(akademik) di sekolah. Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas
No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun. Sementara menurut kajian rumpun keilmuan
PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia
0-8 tahun.
Ruang Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini
- Infant (0-1 tahun)
-
Toddler (2-3 tahun)
-
Preschool/ Kindergarten children (3-6 tahun)
-
Early Primary School (SD Kelas Awal) (6-8 tahun)
Hal-hal yang harus dipahami dalam Karakteristik Anak Usia Dini adalah sebagai berikut:
- Mengetahui hal-hal yang dibutuhkan oleh anak, yang bermanfaat bagi perkembangan hidupnya.
-
Mengetahui tugas-tugas perkembangan anak, sehingga dapat memberikan stimulasi
kepada anak, agar dapat melaksanakan tugas perkembangan dengan baik.
-
Mengetahui bagaimana membimbing proses belajar anak pada saat yang tepat sesuai
dengan kebutuhannya.
-
Menaruh harapan dan tuntutan terhadap anak secara realistis.
-
Mampu mengembangkan potensi anak secara optimal sesuai dengan keadaan dan
kemampuannya. fisik dan psikologis ( hall & lindzey, 1993).
Adapun
pentingnya pelayanan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah sebagai berikut:
-
PAUD sebagai titik sentral strategi pembangunan sumber daya manusia dan sangat
fundamental.
-
PAUD memegang peranan penting dan menentukan bagi sejarah perkembangan anak
selanjutnya, sebab merupakan fondasi dasar bagi kepribadian anak.
-
Anak yang mendapatkan pembinaan sejak dini akan dapat meningkatkan kesehatan
dan kesejahteraan fisik maupun mental yang akan berdampak pada peningkatan
prestasi belajar, etos kerja, produktivitas, pada akhirnya anak akan mampu
lebih mandiri dan mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
-
Merupakan Masa Golden Age (Usia Keemasan). Dari perkembangan otak manusia, maka
tahap perkembangan otak pada anak usia dini menempati posisi yang paling vital
yakni mencapai 80% perkembangan otak.
-
Cerminan diri untuk melihat keberhasilan anak dimasa mendatang. Anak yang
mendapatkan layanan baik semenjak usia 0-6 tahun memiliki harapan lebih besar
untuk meraih keberhasilan di masa mendatang. Sebaliknya anak yang tidak
mendapatkan pelayanan pendidikan yang memadai membutuhkan perjuangan yang cukup
berat untuk mengembangkan hidup selanjutnya.
Pendidikan
Anak Usia Dini merupakan Komitmen Dunia seperti yang tertera dalam kutipan
sebagai berikut:
- Komitmen Jomtien Thailand (1990) "Pendidikan untuk semua orang, sejak lahir sampai menjelang ajal."
-
Deklarasi Dakkar (2000) "Memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan
dan pendidikan anak usia dini secara komprehensif terutama yang sangat rawan
dan terlantar."
-
Deklarasi ”A World Fit For Children” di New York (2002)(Penyediaan Pendidikan
yang berkualitas)
B. Landasan Yuridis Tentang PAUD
Pembukaan
UUD 1945 ; "Salah satu tujuan kemerdekaan adalah mencerdaskan kehidupan
bangsa."
Amandemen
UUD 1945 pasal 28 C
"Setiap
anak berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi,
seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat
manusia."
UU
No. 23/2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 9 ayat (1)
"Setiap
anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minta dan bakat."
UU No 20/2003 pasal 28
-
Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
-
Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan
formal, non formal, dan/atau informal.
-
Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman
Kanak-Kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
-
Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non formal berbentuk kelompok
bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
-
Pendidikan anak usia dini pada jalur informal berbentuk pendidikan keluarga
atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
C. Perkembangan Anak
Ditinjau
dari psikologi perkembangan, usia 6-8 tahun memang masih berada dalam rentang
usia 0-8 tahun. Itu berarti pendidikan yang diberikan dalam keluarga maupun di
lembaga pendidikan formal haruslah kental dengan nuansa pendidikan anak usia
dini, yakni dengan mengutamakan konsep belajar melalui bermain. Perkembangan
anak sebagai perubahan psikologis menurut Kartini Kartono ditunjang oleh faktor
lingkungan dan proses belajar dalam fase tertentu.
Nana Syaodah Sukmadinata mengemukakan ada tiga pendekatan perkembangan individu, yaitu Pendekatan Pentahapan, diferensial dan isaptif. Khususnya pada pendekatan isaptif pada perkembangan anak mencakup perkembangan psikososial, perkembangan motorik, perkembangan kognitif, perkembangan sosial, perkembangan bahasa, perkembangan moral dan perkembangan emosional.
Tahapan
perkembangan psikososial anak menurut Erik Erikson dalam Malcolm Knowles adalah
sebagai berikut:
Tahap
kepercayaan dan ketidak percayaan (trust versus misstrust), yaitu tahap
psikososial yang terjadi selama tahun pertama kehidupan. Pada tahap ini,bayi
mengalami konflik anatara percaya dan tidak percaya. Rasa percaya menuntut
perasaan nyaman secara fisik dan sejumlah kecil ketakutan serta kekhawatiran
akan masa depan.
Tahap
otonomi dengan rasa malu dan ragu (autonomi versus shame and doubt), yaitu
tahap kedua perkembangan psikososial yang berlangsung pada akhir masa bayi dan
masa baru pandai berjalan. Setelah memperoleh kepercayaan dari pengasuh mereka,
bayi mulai menemukan bahwa perilaku mereka adalah milik mereka sendiri. Mereka
mulai menyatakan rasa mandiri atau atonomi mereka dan menyadari kemauan mereka.
Jika orangtua cenderung menuntut terlalu banyak atau terlalu membatasi anak
untuk menyelidiki lingkungannya, maka anak akan mengalami rasa malu dan
ragu-ragu.
Tahap
prakarsa dan rasa bersalah (initiatif versus guilt), yaitu tahap perkembangan
psikososial ketiga yang berlangsung selama tahun pra sekolah. Pada tahap ini
anak terlihat sangat aktif, suka berlari, berkelahi, memanjat-manjat, dan suka
menantang lingkungannya. Dengan menggunakan bahasa, fantasi dan permainan
khayalan, dia memperoleh perasaan harga diri. Bila orangtua berusaha memahami,
menjawab pertanyaan anak, dan menerima keaktifan anak dalam bermain, maka anak
akan belajar untuk mendekati apa yang diinginkan, dan perasaan inisiatif
semakin kuat. Sebaliknya, bila orangtua kurang memahami, kurang sabar, suka
memberi hukuman dan menganggap bahwa pengajuan pertanyaan, bermain dan kegiatan
yang dilakukan anak tidak bermanfaat maka anak akan merasa bersalah dan menjadi
enggan untuk mengambil inisiatif mendekati apa yang diinginkannya.
Tahap
kerajinan dan rasa rendah diri (industry versus inferiority),yaitu perkembangan
yang berada langsung kira-kira tahun sekolah dasar. Pada tahap ini, anak mulai
memasuki dunia yang baru, yaitu sekolah dengan segala aturan dan tujuan. Anak
mulai mengarahkan energi mereka menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan
intelektual.perasaan anak akan timbul rendah diri apabila tidak bisa menguasai
keterampilan yang diberikan disekolah.
Tahap
identitas dan kekacauan identitas (identity versus identity confusion), yaitu
perkembangan yang berlangsung selama tahun-tahun masa remaja. Pada tahap ini,
anak dihadapkan pada pencarian jati diri. Ia mulai merasakan suatu perasaan
tentang identitasnya sendiri, perasaan bahwa ia adalah individu unik yang siap
memasuki suatu peran yang berarti ditengah masyarakat baik peran yang bersifat
menyesuaikan diri maupun memperbaharui. Apabila anak mengalami krisis dari masa
anak kemasa remaja maka akan menimbulkan kekacauan identitas yang mengakibatkan
perasaan anak yang hampa dan bimbang.
Tahap
keintiman dan isolasi (intimacy versus isolation), yaitu perkembangan yang
dialami pada masa dewasa. Pada masa ini adalah membentuk relasi intim dengan
oranglain. Menurut erikson, keintiman tersebut biasanya menuntut perkembangan
seksual yang mengarah pada hubungan seksual dengan lawan jenis yang dicintai.
Bahaya dari tidak tercapainya selama tahap ini adalah isolasi, yakni
kecenderungan menghindari berhubungan secara intim dengan oranglain kecuali
dalam lingkup yang amat terbatas.
Tahap generativitas dan stagnasi (generativity versus stagnation), yaitu perkembangan yang dialami selama pertengahan masa dewasa. Ciri utama tahap generativitas adalah perhatian terhadap apa yang dihasilkan (keturunan, produk, ide-ide, dan sebagainya) serta pembentukan dan penetapan garis-garis pedoman untuk generasi mendatang. Apabila generativitas tidak diungkapkan dan lemah maka kepribadian akan mundul mengalami pemiskinan dan stagnasi.
Tahap integritas dan keputusasaan (integrity versus despair), yaitu perkembangan selama akhir masa dewasa. Integritas terjadi ketika seorang pada tahun-tahun terakhir kehidupannya menoleh kebelakang dan mengevaluasi apa yang telah dilakukan dalam hidupnya selama ini, menerima dan menyesuaikan diri dengan keberhasilan dan kegagalan yang dialaminya, merasa aman dan tentram, serta menikmati hidup sebagai yang berharga dan layak. Akan tetapi, bagi orangtua yang dihantui perasaan bahwa hidupnya selama ini sama sekali tidak mempunyai makna ataupun memberikan kepuasan pada dirinya maka ia akan merasa putus asa.
Perkembangan Kognitif Anak Menurut PIAGET tahapan perkembangan ini dibagi dalam 4 tahap yaitu sebagai berikut:
1.
Sensori Motor (usia 0-2 tahun)
Dalam
tahap ini perkembangan panca indra sangat berpengaruh dalam diri anak.
Dalam usia ini mereka belum mengerti akan motivasi dan senjata terbesarnya adalah 'menangis'.
Menyampaikan cerita/berita Injil pada anak usia ini tidak dapat hanya sekedar dengan menggunakan gambar sebagai alat peraga, melainkan harus dengan sesuatu yang bergerak (panggung boneka akan sangat membantu).
2. Pra-operasional (usia 2-7 tahun)
Pada
usia ini anak menjadi 'egosentris', sehingga berkesan 'pelit', karena ia tidak
bisa melihat dari sudut pandang orang lain. Anak tersebut juga memiliki
kecenderungan untuk meniru orang di sekelilingnya. Meskipun pada saat berusia
6-7 tahun mereka sudah mulai mengerti motivasi, namun mereka tidak mengerti
cara berpikir yang sistematis - rumit. Dalam menyampaikan cerita harus ada alat
peraga.
3.
Operasional Kongkrit (usia 7-11 tahun)
Saat
ini anak mulai meninggalkan 'egosentris'-nya dan dapat bermain dalam kelompok
dengan aturan kelompok (bekerja sama). Anak sudah dapat dimotivasi dan mengerti
hal-hal yang sistematis.
Namun
dalam menyampaikan berita Injil harus diperhatikan penggunaan bahasa.
Misalnya:
Analogi 'hidup kekal' - diangkat menjadi anak-anak Tuhan dengan konsep keluarga
yang mampu mereka pahami.
4. Operasional Formal (usia 11 tahun ke atas)
Pengajaran
pada anak pra-remaja ini menjadi sedikit lebih mudah, karena mereka sudah
mengerti konsep dan dapat berpikir, baik secara konkrit maupun abstrak,
sehingga tidak perlu menggunakan alat peraga.
Namun
kesulitan baru yang dihadapi guru adalah harus menyediakan waktu untuk dapat
memahami pergumulan yang sedang mereka hadapi ketika memasuki usia pubertas.
Pada umumnya dalam perkembangan Emosional seorang anak terdapat empat kunci utama emosi pada anak yaitu :
1.
Perasaan marah
Perasaan
ini akan muncul ketika anak terkadang merasa tidak nyaman dengan lingkungannya
atau ada sesuatu yang mengganggunya. Kemarahan pun akan dikeluarkan anak ketika
merasa lelah atau dalam keadaan sakit. Begitu punketika kemauannya tidak
diturutioleh orangtuanya, terkadang timbulrasa marah pada sianak.
2.
Perasaan takut
Rasa
takut ini di rasakan anak semenjak bayi. Ketika bayi merekatakut akan
suara-suara yang gaduh atau rebut. Ketika menginjak masa anak-anak, perasaan
takut mereka muncul apabila di sekelilingnya gelap. Mereka pu mulai berfantasi
dengan adanya hantu, monster dan mahluk-mahluk yang menyeramkan lainnya.
3. Perasaan gembira
Perasaan
gembira ini tentu saja muncul ketika anak merasa senang akan sesuatu. Contohnya
ketika anakdiberi hadiaholeh orang tuanya, ketika anak juara dalam mengikuti
suatu lomba, atau ketika anak dapat melakukan apa yang diperintahkan orang
tuanya. Banyak hal yang dapat membuat anak merasa gembira.
4. Rasa humor
Tertawa
merupakan hal yang sangat universal. Anak lebih banyak tertawa di bandingkan
orang dewasa. Anak akan tertawa ketika melihat sesuatu yang lucu.
Keempat perasaan itu merupakan emosi negative dan positif. Perasaan marah dan ketakutan merupakan sikap emosi yang negative sedangkan perasaan gembira dan rasa lucu atau humor merupakan sikap emosi yang positif.
Menurut
Kohlberg Perkembangan moral (moral development) berhubungan dengan
peraturan-peraturan dan nilai-nilai mengenai apa yang harus dilakukan seseorang
dalam interaksinya dengan orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak
memiliki moral (imoral). Tetapi dalam dirinya terdapat potensi yang siap untuk
dikembangkan. Karena itu, melalui pengalamannya berinteraksi dengan orang lain
(dengan orang tua, saudara dan teman sebaya), anak belajar memahami tentang
perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah laku mana yang
buruk, yang tidak boleh dikerjakan.
D. Peranan keluarga
Keluarga
adalah institusi pertama yang melakukan pendidikan dan pembinaan terhadap anak
(generasi). Disanalah pertama kali dasar-dasar kepribadian anak dibangun. Anak
dibimbing bagaimana ia mengenal Penciptanya agar kelak ia hanya mengabdi kepada
Sang Pencipta Allah SWT. Demikian pula dengan pengajaran perilaku dan budi
pekerti anak yang didapatkan dari sikap keseharian orangtua ketika bergaul
dengan mereka. Bagaimana ia diajarkan untuk memilih kalimat-kalimat yang baik,
sikap sopan santun, kasih sayang terhadap saudara dan orang lain. Mereka
diajarkan untuk memilih cara yang benar ketika memenuhi kebutuhan hidup dan
memilih barang halal yang akan mereka gunakan. Kesimpulannya, potensi dasar
untuk membentuk generasi berkualitas dipersiapkan oleh keluarga.
Keluarga
dalam hal ini adalah aktor yang sangat menentukan terhadap masa depan
perkembangan anak. Dari pihak keluarga perkembangan pendidikan sudah dimulai
semenjak masih dalam kandungan. Anak yang belum lahir sebenarnya sudah bisa
menangkap dan merespons apa-apa yang dikerjakan oleh orang tuanya, terutama
kaum ibu.
Tidak heran kemudian apabila anak yang dibesarkan dalam situasi dan kondisi yang kurang membaik semasa masih dalam kandungan berpengaruh terhadap kecerdasan anak ketika lahir. Dengan demikian, pihak keluarga sejatinya banyak mengetahui perkembangan-perkembangan anak. Pada saat anak masih dalam kandungan, pihak orang tua harus lebih memperbanyak perkataan, perbuatan, dan tindakan-tindakan yang lebih edukatif.
Ketika anak itu sudah lahir, maka tantangan terberat adalah bagaimana orang tua dapat mengasihi dan menyayangi anak sesuai dengan dunianya. Poin yang kedua ini ketika anak-anak (usia bayi hingga dua tahun) mempunyai tahap perkembangan yang cukup potensial. Anak-anak mempunyai imajinasi dengan dunianya yang bisa membuahkan kreativitas dan produktivitas pada masa depannya. Tapi, pada fase-fase tertentu banyak orang tua tidak memberikan kebebasan untuk berekspresi, bermain, dan bertingkah laku sesuai dengan imajinasinya. Banyak orang tua yang terjebak pada pembuatan peraturan yang ketat. Ini memang tujuannya untuk kebaikan anak.
Pengekangan
dan pengarahan menurut orang tua tidak baik untuk memompa kecerdasan dan
kreativitas anak. Bahkan, malah berakibat sebaliknya, yakni anak-anak akan
kehilangan dunianya sehingga daya kreativitas anak dipasung dan dipaksa masuk
dalam dunia orang tua. Paradigma semacam inilah yang sejatinya diubah oleh
pihak orang tua dalam proses pendidikan anak usia dini.
Menarik
salah satu pernyataan seorang pujangga Lebanon, Kahlil Gibran (1883).
"Anak kita bukanlah kita, pun bukan orang lain. Ia adalah ia. Dan hidup di
zaman yang berbeda dengan kita. Karena itu, memerlukan sesuatu yang lain dengan
yang kita butuhkan. Kita hanya boleh memberi rambu-rambu penentu jalan dan
menemaninya ikut menyeberangi jalan. Kita bisa memberikan kasih sayang, tapi
bukan pendirian. Dan sungguh pun mereka bersamamu, tapi bukan milikmu.
Pernyataan
tersebut cukup tepat untuk mewakili siapa sebenarnya anak-anak kita dan
bagaimana seharusnya kita berbuat yang terbaik untuknya. Untuk itu pernyataan
di atas sejatinya dijadikan referensi dalam memandang anak-anak oleh keluarga,
terutama orang tua, yang ingin menjadikan anaknya berkembang secara kreatif,
dinamis, dan produktif.
Keluarga
yang selama ini masih cenderung kaku dalam mendidik anaknya pada masa kecil
sejatinya diubah pada pola yang lebih bebas. Anak adalah dunia bermain. Dunia
anak adalah dunia di mana keliaran imajinasi terus mengalir deras.
Anak
sudah mempunyai dunianya tersendiri yang beda dengan orang dewasa. Hanya dengan
kebebasan bukan pengerangkengan anak-anak akan bisa memfungsikan keliaran dan
kreativitasnya secara lebih produktif. Hanya dengan dunianya anak-anak akan
mampu mengaktualisasikan segenap potensi yang ada dalam dirinya.
Oleh
karena begitu besarnya peranan orang tua dalam perkembangan anak maka orang tua
dituntut untuk dapat memahami pola-pola perkembangan anak sehingga mereka dapat
mengarahkan anak sesuai dengan masa perkembangan anak tersebut. Selanjutnya
orangtua berkewajiban untuk menciptakan situasi dan kondisi yang memadai untuk
menunjang perkembangan anak-anaknya. Dengan tercapainya perkembangan anak
kearah yang sempurna maka akan terciptanya keluarga yang sejahtera. Menurut
Siregar dalm makalahnya 2 agustus 1996 pada seminar hari anak Indonesia di
Bandung mengemukakan tentang keluarga sejahtera yaitu bahwa keluarga sejahtera
selalu didambakan setiap individu. Tujuan utama dari keluarga sejahtera adalah
keluarga hendaknya merupakan wadah pengembangan anak seoptimal mungkin,
sehingga mereka berkembang menjadi pribadi dewasa yang penuh tanggung jawab dan
matang dikemudian hari.
E. Menumbuhkan Kecerdasan Anak Usia Dini
Seorang
anak yang baru lahir, ia masih berada dalam keadaan lemah, naluri dan
fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya belum berkembang dengan sempurna. Namun
secara pasti berangsur-angsur anak akan terus belajar dengan lingkungannya yang
baru dan dengan alat inderanya, baik itu melalui pendengaran, penglihatan,
penciuman, perabaan mapun pengecapan. Anak berkemungkinan besar untuk
berkembang dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Bahkan anak bisa
meningkat pada taraf perkembangan tertinggi pada usia kedewasaannya sehingga ia
mampu tampil sebagai pionir dalam mengendalikan alam sekitar. Hal ini karena
anak memiliki potensi yang telah ada dalam dirinya.
Hal
yang dibutuhkan anak agar tumbuh menjadi anak yang cerdas adalah adanya
upaya-upaya pendidikan sepertiu terciptanya lingkungan belajar yang kondusif,
memotivasi anak untuk belajar, dan bimbingan serta arahan kearah perkembangan
yang optimal. Dengan begitu menumbuhkan kecerdasan anak yaitu
mengaktualisasikan potensi yang ada dalam diri anak. Sebab jika potensi
kecerdasannya tidak dibimbing dan diarahkan dengan rangsangan-rangsangan
intelektual, maka walaupun dia memiliki bakat jenius aakan tidak ada artinya
sama sekali. Sebaliknya jika seorang anak yang memiliki kecerdasan rata-rata
atau normal bila didukung lingkungan yang kondusif maka ia akan dapat tumbuh
menjadi anak yang cerdas diatas rata-rata atau superior. Hal ini berarti
lingkungan memegang peranan penting bagi pendidikan anak selain bakat yang
telah dimiliki oleh anak itu sendiri.
F. Karakteristik Belajar Anak
Menurut
konsep PAUD yang sebenarnya, anak-anak seharusnya dikondisikan dalam suasana
belajar aktif, kreatif, dan menyenangkan lewat berbagai permainan. Dengan
demikian, kebutuhannya akan rasa aman dan nyaman tetap terpenuhi. Kalaupun
kepada siswa SD kelas awal ingin diajarkan konsep berhitung, contohnya,
pilihlah sarana pembelajaran melalui nyanyian atau cara lain yang mudah
dipahami dan menyenangkan.
Hanya
saja, meski sama-sama melalui cara yang menyenangkan, tujuan pendidikan anak
usia prasekolah berbeda dari pendidikan anak usia sekolah dasar awal. Kalau
pendidikan bagi anak usia prasekolah bertujuan mengoptimalkan tumbuh kembang
anak, maka konsep pendidikan di awal sekolah dasar bertujuan mengarahkan anak
agar dapat mengikuti tahapan-tahapan pendidikan sesuai jenjangnya. Selain tentu
saja untuk mengembangkan berbagai kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan guna
mengoptimalkan kecerdasannya.
Proses
pembelajaran kepada anak harus sesuai dengan konsep pendidikan anak usia dini.
Mengajarkan konsep membaca dan berhitung, contohnya, haruslah dengan cara yang
menarik dan bisa dinikmati anak. Yang tidak kalah penting, selama proses
belajar, jadikan anak sebagai pusatnya dan bukannya guru yang mendominasi
kelas. Dalam pelaksanaannya, inilah yang disebut CBSA (Cara Belajar Siswa
Aktif). Jadi bukannya "CBSA" yang kerap diplesetkan sebagai
"Catat Buku Sampai Abis".
Sementara
pendidikan usia dini yang diberikan dalam keluarga juga harus berpijak pada
konsep PAUD. Artinya, pola asuh yang diterapkan orang tua hendaknya cukup
memberi kebebasan kepada anak untuk mengembangkan aneka keterampilan dan
kemandiriannya. Ingat, porsi waktu terbesar yang dimiliki anak adalah bersama
keluarganya dan bukan di sekolah.
G. Program Pendidikan Bagi Anak Usia Dini
Peraturan
Pemerintah Nomor 27 tahun 1992 tentang pendidikan pra-sekolah, pasal 4 ayat (1)
disebutkan bahwa “bentuk satuan pendidikan pra-sekolah meliputi Taman
Kanak-kanak, Kelompok Bermain dan Penitipan Anak serta bentuk lain yang
diterapkan oleh Menteri.
Pendidikan
dini bagi anak-anak usia pra-sekolah (3-6 tahun) merupakan hal yang penting,
karena pada usia ini merupakan masa membentuk dasar-dasar kepribadian manusia,
kemampuan berfikir, kecerdasan, keterampilan serta kemandirian maupun kemampuan
bersosialisasi. Pada dasarnya dunia anak adalah dunia fundamental dari
perkembangan manusia menuju manusia dewasa yang sempurna. Disadari bahwa generasi
merupakan generasi penerus yang perlu dibina sejak dini, karenanya pembinaan
sejak dini merupakan tanggung jawab keluarga dan masyarakat. Pembinaan anak
usia pra-sekolah terutama peranan keluarga sangat menentukan.
Menurut Peraturan Pemerintah No 27 tahun 1990 tentang pendidikan pra-sekolah, Kelompok Bermain adalah salah satu bentuk usaha kesejahteraan anak dengan mengutamakan kegiatan bermain, yang juga menyelenggarakan pendidikan pra-sekolah bagi anak usia 3 tahun sampai memasuki pendidikan dasar.
Selama tahun pra-sekolah, taman kanak-kanak, pusat penitipan anak-anak dan kelompok bermain semuanya menekankan permainan yang memakai mainan. Akibatnya baik sendiri atau berkelompok mainan merupakan unsure yang penting dari aktivitas bermain anak. Bermain dengan teman-teman sebayanya, anak dirangsang dalam kemampuan mental seperti kecerdasan, kreativitas, kemampuan sosial yang sangat bermanfaat pada masa kini dan masa yang akan datang. Kegiatan bermain memiliki arti positif terhadap perkembangan sosial anak. Seperti yang dikemukakan oleh Zulkifli bahwa dengan berman mereka lebih banyak mengenal benda-benda yang berguna bagi perkembangan sosialnya. Hal ini dapat terlihat dengan mengenal benda seperti mobil dapat mengembangkan rasa sosial anak dimana benda tersebut dapat membantu orang lain eprgi kesuatu tempat tertentu. Secara lebih jauh dapat dilihat dengan adanya perkembangan teknologi menunjukan makin menariknya teknis dan permainan elektronik bagi anak yang ditunjang oleh situasi dan kondisi dimana anak-anak sulit mendapat teman sebaya untuk bersosialisasi sehingga anak dapat menonton atau bermain sendiri tanpa memerlukan oranglain.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Seorang
anak yang baru lahir, ia masih berada dalam keadaan lemah, naluri dan
fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya belum berkembang dengan sempurna. Hal yang
dibutuhkan anak agar tumbuh menjadi anak yang cerdas adalah adanya upaya-upaya
pendidikan sepertiu terciptanya lingkungan belajar yang kondusif, memotivasi
anak untuk belajar, dan bimbingan serta arahan kearah perkembangan yang
optimal. Dengan begitu menumbuhkan kecerdasan anak yaitu mengaktualisasikan
potensi yang ada dalam diri anak.
Masa usia dini merupakan Periode emas yang merupakan periode kritis bagi anak, dimana perkembangan yang diperoleh pada periode ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan periode berikutnya hingga masa dewasa. Sementara masa emas ini hanya datang sekali, sehingga apabila terlewat berarti habislah peluangnya. Untuk itu pendidikan untuk usia dini dalam bentuk pemberian rangsangan-rangsangan (stimulasi) dari lingkungan terdekat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan kemampuan anak.
Pendidikan
anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik
(koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta,
kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku
serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap
perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Ditinjau
dari psikologi perkembangan, usia 6-8 tahun memang masih berada dalam rentang
usia 0-8 tahun. Itu berarti pendidikan yang diberikan dalam keluarga maupun di
lembaga pendidikan formal haruslah kental dengan nuansa pendidikan anak usia
dini, yakni dengan mengutamakan konsep belajar melalui bermain.
B. Saran
Perkembangan
dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan kesistem
pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat dalam
segala bidang. Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia agar
tidak semakin ketinggalan dengan negara-negara lain adalah dengan meningkatkan
kualitas pendidikannya terlebih dahulu.
Dengan
meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang terlahir akan
semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat
dalam segala bidang di dunia internasional.
DAFTAR
PUSTAKA
bentenawolio.blogspot.com
ReplyDeleteThanks infonya. Oiya ngomongin pendidikan anak, miliarder kawakan Warren Buffett ternyata punya cara cerdas loh untuk mendidik anak perihal keuangan. Seperti apa caranya? Temen-temen bisa cek di sini: Tips Warren Buffett mendidik anak