Tugas
makalah
LANDASAN FILOSOFIS PENDIDIKAN
DI
SUSUN OLEH :
BENTENAWOLIO.BLOGSPOT.COM
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan petunjuk-nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “Landasan Filosofis
Pendikakan” tepat pada waktunya.
Penulis berharap dengan adanya makalah ini, dapat memuaskan rasa
keingintahuan teman-teman serta dapat menambah pengetahuan mengenai Pentingnya Landasan Filosofis Pendikakan. Penulis juga berharap makalah ini dapat
berguna dalam aplikasi kehidupan sehari-hari.
Penulis tentu menyadari bahwa masih banyak ketidak sempurnaan yang
terdapat dalam makalah ini. Kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan-kesalahan dalam penyusunan serta penyampaian isi dalam makalah ini.
Baubau, Juli 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
B. Rumusaan
Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Landasan Filosofi
B. Aliran Dalam Landasan Filosofis
Pendidikan
C. Implikasi Landasan Filsafat Pendidikan
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran -
Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan akan dapat dilaksanakan secara mantap, jelas arah
tujuannya, relevan isi kurikulumnya, serta efektif dan efisien metode atau
cara-cara pelaksanaannya hanya apabila dilaksanakan dengan mengacu
pada suatu landasan yang kokoh. Sebab itu, sebelum melaksanakan pendidikan,
para pendidik perlu terlebih dahulu memperkokoh landasan pendidikannya.
Pendidikan merupakan bagian penting
dari kehidupan yang sekaligus membedakan manusia dengan makhluk
hidup lainnya. Hewan juga “belajar” tetapi lebih ditentukan oleh instinknya,
sedangkan manusia belajar berarti merupakan rangkaian kegiatan
menuju pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih berarti.
Mengingat hakikat pendidikan adalah humanisasi, yaitu
upaya memanusiakan manusia, maka para pendidik perlu memahami
hakikat manusia sebagai salah satu landasannya. Konsep hakikat manusia
yang dianut pendidik akan berimplikasi terhadap konsep dan praktek
pendidikannya.
Pandangan klasik tentang pendidikan, pada umumnya dikatakan
sebagai pranata yang dapat menjalankan tiga fungi sekaligus. Pertama,
mempersiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu pada masa
mendatang. Kedua, mentransfer pengetahuan, sesuai dengan peranan yang
diharapkan. Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan
dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup masyarakat
dan peradaban. Butir kedua dan ketiga tersebut memberikan pengerian bahwa
pandidikan bukan hanya transfer of knowledge tetapi juga transfer
of value. Dengan demikian pendidikan dapat menjadihelper bagi
umat manusia.
Landasan Pendidikan marupakan salah satu kajian yang
dikembangkan dalam berkaitannya dengan dunia pendidikan. Adapun cakupan
landasan pendidkan adalah : landasan hukum, landasan filsafat, landasan
sejarah, landasan sosial budaya, landasan psikologi, dan landasan ekonomi.
Dalam makalah ini hanya akan dibahas mengenai landasan filsafat.
Terdapat banyak alasan untuk mempelajari filsafat pendidikan,
khususnya apabila ada pertanyaan rasional yang seyogyanya tidak dapat dijawab
oleh ilmu atau cabang ilmu-ilmu pendidikan. Pakar dan praktisi pendidikan
memandang filsafat yang membahas konsep dan praktik pendidikan secara
komprehensif sebagai bagian yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan
pendidikan. Terlebih lagi, di tengah arus globalisasi dan modernisasi yang
melaju sangat pesat, pendidikan harus diberi inovasi agar tidak ketinggalan
perkembangan serta memiliki arah tujuan yang jelas. Di sinilah perlunya
konstruksi filosofis yang mampu melandasi teori dan praktek pendidikan untuk
mencapai keberhasilan substantif.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas permasalah ini
dapat dirumuskan menjadi:
1. Apakah pengertian landasan filosofis
pendidikan.
2. Apa saja aliran filsafat dan bagaimana
implikasinya terhadap pendidikan
C.
Tujuan.
1. Mengetahui pengertian landasan filosofis
pendidikan
2. Mengetahui berbagai aliran filsafat dan
implikasinya terhadap pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Landasan Filosofis
Landasan filosofis bersumber dari pandangan-pandangan dalam
filsafat pendidikan, menyangkut keyakinan terhadap hakekat manusia, keyakinan
tentang sumber nilai, hakekat pengetahuan, dan tentang kehidupan yang lebih
baik dijalankan. Aliran filsafat yang kita kenal sampai saat ini adalah
Idealisme, Realisme, Perenialisme, Esensialisme, Pragmatisme dan Progresivisme
dan Ekstensialisme
Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok seperti: Apakahbependidikan itu ? Mengapa pendidikan itu diperlukan ? Apa yang seharusnya menjadi tujuanya, dan sebagainya. Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat (falsafah). Kata filsafat (philosophy) bersumber dari bahasa Yunani,philien berarti cinta dan sophia berarti kebijaksanaan.
Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok seperti: Apakahbependidikan itu ? Mengapa pendidikan itu diperlukan ? Apa yang seharusnya menjadi tujuanya, dan sebagainya. Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat (falsafah). Kata filsafat (philosophy) bersumber dari bahasa Yunani,philien berarti cinta dan sophia berarti kebijaksanaan.
Cinta berarti hasrat yang besar atau
yang berkobar-kobar atau yang sungguh-sungguh. Kebijaksanaaan artinya kebenaran
sejati atau kebenaran yang sesungguhnya. Jadi filsafat artinya hasrat atau
keinginan yang sungguh-sungguh akan kebenaran sejati (Soetriono dan Rita
Hanafi, 2007: 20).
Terdapat kaitan yang erat antara pendidikan dan filsafat karena
filsafat mencoba merumuskan citra tentang manusia dan mayarakat, sedangkan
pendidikan berusaha mewujudkan citra itu. Rumusan tentang harkat dan
martabat manusia beserta masyarakatnya ikut menentukan tujuan dan cara-cara
penyelenggaraaan pendidikan, dan dari sisi lain pendidikan
merupakan proses memanusiakan manusia. Filsafat pendidikan merupakan jawaban
secara kritis dan mendasar berbagai pertanyaan pokok sekitar pendidikan,
seperti apa mengapa, kemana, dan bagaimana, dan sebagainya dari
pendidikan itu. Kejelasan berbagai hal itu sangat perlu untuk
menjadi landasan berbagai keputusan dan tindakan yang dilakukan dalam
pendidikan. Hal itu sangat penting karena hasil pendidikan itu akan segera tampak,
sehingga setiap keputusan dan tindakan itu harus diyakinkan kebenaran dan
ketepatanya meskipun hasilnya belum dapat dipastikan.
Filsafat membahas sesuatu dari segala aspeknya yang mendalam,
maka dikatakan kebenaran filsafat adalah kebenaran ilmu yang sifatnya relative. Karena
kebenaran ilmu hanya ditinjau dari segi yang biasa diamati hanya sebagian kecil
saja. Diibaratkan mengamati gunung es, kita hanya mampu melihat yang diatas
permukaaan laut saja. Sementara itu filsafat mencoba menyelami sampai kedasar
gunung es itu untuk meraba segala sesuatu yang ada melalui pikiran dan renungan
yang kritis.
Dalam garis besarnya ada empat cabang filsafat yaitu metafisika, epistimologi, logika, dan etika, dengan kandungan materi masing-masing sebagai berikut :
1.
Metafisika ialah
filsafat yang meninjau tentang hakekat segala sesuatu yang terdapat
di alam ini. Dalam kaitanya dengan manusia, ada dua pandangan yaitu :
·
Manusia pada
hakekatnyanya adalah spiritual. Yang ada adalah jiwa atau roh, yang lain
adalah semu. Pendidikan berkewajiban membebaskan jiwa dari ikatan semu.
Pendidikan adalah untuk mengaktualisasi diri. Pandangan ini dianut oleh kaum
Idealis,Scholastik, dan bebrapa Realis.
·
(Manusia adalah
organism materi. Pandangan ini dianut kaum Naturalis,
Materialis,Eksperimentalis, Pragmatis, dan bebrapa realism. Pendidikan adalah untuk hidup,Pendidikan berkewajiban membuat kehidupan
manusia menjadi menyenangkan.
2.
Epistemologi ialah
filsafat yang membahas tentang pengetahuan dan kebenaran, Ada lima sumber
pengetahuan yaitu :
·
toritas, yang terdapat
dalam ensiklopedi
·
Common
sense, yang ada pada
adat dan tradisi.
·
Intuisi yang berkaitan dengan perasaan.
·
Pikiran untuk
menyimpulkan hasil pengalaman.
·
Pengalaman yan
terkontrol untuk mendapatkan pengetahuan secara ilmiah.
3.
Logika ialah filsafat
yang membahas tentang cara manusia berpikir dengan benar. Dengan memahami
filsafat logika di harapkan manusia bisa berpikir denganmengemukakan pendapatnya secara tepat dan benar.
4.
Etika ialah filsafat yang menguraikan tentang perilaku manusia mengenai nilai dan norma masyarakat serta ajaran agama
menjadi pokok pemikiran dalam filsafat ini. Filsafat etika sangat besar
mempengaruhi pendidikan sebab tujuan pendidikan untuk mengembangkan perilaku
manusia, anatara lain afeksi peserta didik. (Made Pidarta, 1997:
77-78).
Dalam filsafat terdapat empat teori kebenaran yaitu :
1.
Koheren yaitu, sesuatu akan benar bila konsisten
dengan kebenaran umum
2.
Koresponden, sesuatu
akan benar bila ia tepat dengan fakta yang dijelaskan.
3.
Pragmatisme, sesuatu
dipandang benar bila konsekuensinya ber manfaat bagi kehidupan.
4.
Skeptivisme, kebenaran
dicari secara ilmiah dan tidak ada kebenaran yang lengkap.
Kajian yang dilakukan oleh berbagai cabang filsafat diatas, akan
besar pengaruhnya terhadap pendidikan, karena prinsip-prinsip dan kebenaran–
kebenaran hasil kajian tersebut pada umumnya diterapkan dalam bidang
pendidikan.
Peranan filsafat dalam pendidikan tersebut berkaiatan dengan
hasil kajian antara lain tentang :
1.
Keberadaan dan
kedudukan manusia sebagai makluk di dunia ini, seperti yang disimpulkan
sebagai zoo politicon ,homo sapiens ,animal educandum dan
sebagainya.
2.
Masyarakat dan kebudayaanya.
3.
Keterbatasan manusia
sebagai makluk hidup yang banyak menghadapi tantangan.
4.
Perlunya landasan
pemikiran dalam pekerjaan pendidikan, utamanya filsafat pendidikan.
B. Aliran Dalam Landasan Filosofis Pendikakan
Agar uraian tentang filsafat pendidikan ini menjadi lebih lengkap, berikut ini
diuraikan bebrapa aliran filsafat pendidikan yang dominan di dunia ini, Aliran itu ialah :
1) Idealisme, 2) Realisme, 3) Perenialisme, 4) Esensialisme, 5) Pragmatisme dan progresivisme, dan 6) Eksistensialisme
1.
Aliran
Idealisme
Menegaskan bahwa
hakekat kenyataan adalah ide sebagai gagasan kejiwaan. Apa yang dianggap
kebenaran realitas hanyalah bayangan atau refleksi dari ide sebagai kebenaran
berfilsafat spiritual atau mental. Ide sebagai gagasan kejiwaan itulah
sebagai kebenararan atau nilai sejati yang obsolut dan abadi.Terdapat variasi
pendapat beserta namanya masing-masing dalam aliran ini seperti spiritualisme,
rasionalisme, neokantianisme, dan sebagainya. Variasi itu antara lain
menekankan pada akal dan rasio pada rasionalisme atau sebaliknya pada ilham
untuk irasionalisme, dan lain-alain. Meskipun terjadi variasi pendapat tersebut,
namun pada umunya aliran itu menekankan bahwa pendidikan merupakan kegiatan
intelektual untuk membangkitkan ide-ide yang masih laten, anatara
lain melalui intropeksi dan tanya jawab. Oleh karena itu sebagai lembaga pendidikan, sekolah
berfungsi membantu siswa mencari dan menemukan kebenaran, keindahan dan
kehidupan yang luhur.
2.
Aliran
Realisme
Realisme demikian
aliran filsafat ini kerap dipandang sebagai sisi keping yang berbeda dari
idealisme,hadir menjadi reaksi corak idealisme yang cenderung abstrak dan
metafisik. Instrumen utama realisme adalah indra dan terlepas dari asumsi
pengetahuan yang di konstruksi akal pikir. Ini menjadi pembeda tegas dengan
idealisme yang justru lebih bepegang pada kondisi-kondisi mental akal pikiran.
Selanjutnya realisme
agaknya di pengaruhi dua filsuf terkemuka,yaitu Franci Bacon (1561-1626) dengan
pemikirannya tentang metodologi induktif serta John Locke tentang konsep
akal-pikir jiwa manusia yang disebut “tabula rasa”,ruang kosong tak ubahnya
kertas putih kemudian menerima impresi lingkungan.
3.
Aliran
Perenialisme
Istilah
“perenialisme”berasal dari bahasa latin,yaitu dari akar “perenis” atau
“perenial”(bahasa inggris)yang berarti tumbuh terus melalui waktu ,hidup terus
dari waktu ke waktu atau abadi. Maka, pandangan selalu memercayai mengenai
adanya nilai-nila,norma-norma yang bersifat abadi dalam kehidupan ini.
Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses
mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme merupakan aliran filsafat
mendasarkan padaatuan,bukan mencerai-beraikan;menemukan persamaan-persamaan,
bukan membanding-bandingkan; serta memahami isi,bukan melihat luar atas
berbagai aliran dan Pemikiran. Dalam pendidikan, kaum perenialis berpandangan
bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta membahayakan,
seperti yang kita rasakan dewasa ini, tidak ada satupun yang lebih bermanfaat
dari pada kepastian tujuan pendidikan, serta kesetabilan dalam perilaku
pendidik. Perensialisme adalah aliran pendidikan yang megutamakan bahan ajaran
konstan (perenial) yakni kebenaran, keindahan, cinta kepada kebaikan universal.
Perenialisme
menekankan keabadian teori kehikmatan yaitu :
· Pengetahuan yang
benar (truth)
· Keindahan (beauty)
· Kecintaan kepada
kebaikan (goodness)
Oleh karena itu, dinamakan perenialisme karena
kurikulumnya berisi materi yang konstan atau perennial.
Prinsip pendidikan
antara lain:
·
Konsep pendidikan itu
bersifat abadi karena hakekat manusia tidak pernah berubah.
·
inti pendidikan haruslah
mengembangkan kekhususan makluk manusia yang unik, yaitu kemampuan berpikir.
·
Tujuan belajar adalah
mengenal kebenaran abadi dan universal
·
Pendidikan merupakan
persiapan bagi kehidupan sebenarnya.
·
Kebenaran abadi
itu diajarkan melalui pelajaran-pelajaran
dasar (basic subject).
4.
Aliran
Esensialisme
Esensialisme kerap
diungkapkan sebagai reaksi kedua terhadap progrevisisme tahun 1930-an.
Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang
memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai
terpilih yang memiliki tata yang jelas.Idealisme dan realisme
adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Dasar filosofi
esensialisme terutama memandang bahwa setiap jenis tertentu tidak lain
adalah entitas yang memiliki seperangkat karakteristik dan sifat yang bersifat
(given)atau terberikan sejak keberadaannya yang pertama kali. Esensialisme
berupaya untuk mengajar siswa dengan berbagai pengetahuan sejarah melalui mata
kuliah inti dalam disiplin akademis tradisional.Esensialisme juga bermaksud
menanamkan pengetahuan sejarah melalui mata kuliah inti dalam disiplin akademis
tradisional.Esensialisme mempunyai tinjauan mengenai kebudayaan dan pendidikan
yang berbeda dangan progresivisme.
Filsafat pendidikan
Esensialisme bertitik tolak dari kebenaran yang telah terbukti berabad-abad
lamanya. Kebenaran seperti itulah yang esensial, yang lain adalah
suatu kebenaran secara kebetulan saja. Kebenaran yang esensial itu
ialah kebudayaan klasik yang muncul pada zaman romawi yang menggunakan
buku-buku klasik ditulis dengan bahasa latin yang dikenal dengan nama Great
Book. Buku ini sudah berabad-abad lamanya mampu membentuk manusia
–manusia berkaliber internasional. Inilah bukti bahwa kebudayaan ini merupakan
suatu kebenaran yang esensial. Tokohnya antara lain Brameld.
Esensialisme adalah mashab pendidikan yang mengutamakan pelajaran teoretik
(liberal arts) atau bahan ajar esensial.
5.
Aliran
Pragmatisme dan progresivisme
Aliran progresivisme
lahir di amerika, akhir abad 19 menjelang awal abad 20. Mula-mula ,istilah ini
bersifat sosiologi guna menyebut gerakan sosial politik di amerika,
ketika proses indrustrialisasi dan urbanisasi menjadi gejala yang begitu
massif. John dewey(1859-1952) adalah satu tokoh yang kerap di pandang menjadi
pelopor lahirnya aliran progrevisisme. Sementara Dewey tidak lain adalah filsuf
beraliran pragmatisme. Bisa dikatakan bahwa progresivisme sangat di pengaruhi
filsafat pragmatisme,yang lebih banyak terpusat pada
eksperimentasi-eksperimentasi yang berdasarkan investigasi-investigasi ilmiah
sains modern yang memandang betapa pengalaman selalu menjadi hal yang pokok dan
utama. Dalam gerakan pendidikan ini,sekolah-sekolah menjadi ruang yang
benar-benar bebas gejala-gejala indoktrinisasi dan praktik-praktik otoritatif.
Pragmatisme merupakan
aliran filsafat yang mengemukakan bahwa segala sesuatu harus dinilai dari segi
kegunaan pragtis, dengan kata lain paham ini menyatakan yang berfaedah itu harus benar, atau ukuran kebenaran
didasarkan pada kemanfaatan dari sesuatu itu kepada manusia .aliran ini
melahirkan progresivisme yang menentang pendidikan tradisional.
6.
Aliran
Eksistensialisme
Eksistensialisme
termasuk filsafat pendatang baru. Eksistensialisasi selalu menjadi pemikiran
filsafat yang berupaya untuk agar manusia menjadi dirinya,mengalami
individualitas. Eksistensi berarti berdiri sebagai diri sendiri. Aliran
eksistensialisme terbagi dua sifat,yaitu teistik(bertuhan)dan atteistik.
Menurut eksistensialisme,ada dua jenis filsafat tradisional,yaitu filsafat
spekulatif dan filsafat skeptis.
Eksistensi membuat yang ada dan bersosok jelas
bentuknya,mampu berada,eksis. Oleh eksistensi,kursi dapat berada di tempat.
Membuat sebuah pilihan atas dasar keinginan sendiri dan sadar akan tanggung
jawabnya di masa depan adalah inti eksistensialisme.
C. Implikasi Landasan Filsafat Pendidikan
1.
Implikasi Bagi Guru
Apabila kita konsekuen
terhadap upaya memprofesionalkan pekerjaan guru maka filsafat pendidikan
merupakan landasan berpijak yang mutlak. Artinya, sebagai pekerja professional,
tidaklah cukup bila seorang guru hanya menguasai apa yang harus dikerjakan dan
bagaimana mengerjakannya. Kedua penguasaan ini baru tercerminpada kompetensi seorang tukang.
Disamping penguasaan
terhadap apa dan bagaimana tentang tugasnya, seorang guru juga harus menguasai
mengapa ia melakukan setiap bagian serta tahap tugasnya itu dengan cara
tertentu dan bukan dengan cara yang lain. Jawaban terhadap pertanyaan mengapa
itu menunjuk kepada setiap tindakan seorang guru didalam menunaikan tugasnya,
yang pada gilirannya harus dapat dipulangkan kepada tujuan-tujuan pendidikan
yang mau dicapai, baik tujuan-tujuan yang lebih operasional maupun
tujuan-tujuan yang lebih abstrak. Oleh karena itu maka semua
keputusan serta perbuatan instruksional serta non-instruksional dalam
rangka penunaian tugas-tugas seorang guru dan tenaga kependidikan harus
selalu dapat dipertanggungjawabkan secara pendidikan (tugas professional,
pemanusiaan dan civic) yang dengan sendirinya melihatnya dalam perspektif yang lebih luas
dari pada sekedar pencapaian tujuan-tujuan instruksional khusus.
Perlu digarisbawahi di
sini adalah tidak dikacaukannya antara bentuk dan hakekat. Segala ketentuan
prasarana dan sarana sekolah pada hakekatnya adalah bentuk yang diharapkan
mewadahi hakekat proses pembudayaan subjek didik. Oleh karena itu maka gerakan
ini hanya berhenti pada “penerbitan” prasarana dan sarana sedangkan transaksi
personal antara subjek didik dan pendidik, antara subjek didik yang satu dengan
subjek didik yang lain dan antara warga sekolah dengan masyarakat di luarnya
masih belum dilandasinya, maka tentu saja proses pembudayaan tidak
terjadi. Seperti telah diisyaratkan dimuka, pemberian bobot yang berlebihan
kepada kedaulatan subjek didik akan melahirkan anarki, sedangkan pemberian bobot yang
berlebihan kepada otoritas pendidik akan melahirkan penjajahan dan penjinakan.
Kedua orientasi yang ekstrim itu tidak akan menghasilkan
pembudayaan manusia.
2.
Implikasi bagi Pendidikan Guru dan Tenaga Kependidikan
Tidaklah berlebihan
kiranya bila dikatakan bahwa di Indonesia kita belum punya teori tentang
pendidikan guru dan tenaga kependidikan. Hal ini tidak mengherankan karena kita
masih belum saja menyempatkan diri untuk menyusunnya. Bahkan salah satu
prasaratnya yaitu teori tentang pendidikan sebagimaana diisyaratkan pada
bagian-bagian sebelumnya, kita masih belum berhasil memantapkannya. Kalau kita
terlibat dalam berbagi kegiatan pembaharuan pendidikan selama ini maka yang
diperbaharui adalah pearalatan luarnya bukan bangunan dasarnya.
Hal tersebut
dikemukakan tanpa samasekali didasari oleh anggapan bahwa belum ada diantara
kita yang memikirkan masalah pendidikan guru itu. Pikiran-pikiran yang
dimaksud memang ada diketengahkan orang tetapi praktis tanpa kecuali dapat
dinyatakan sebagi bersifat fragmentaris, tidak menyeluruh.
Misalnya, ada yang menyarankan masa belajar yang panjang (atau, lebih cepat,
menolak program-program pendidikan guru yang lebih pendek terutama yang
diperkenalkan didalam beberapa tahun terakhir ini) ; ada yang menyarankan
perlunya ditingkatkan mekanisme seleksi calon guru dan tenaga kependidikan; ada
yang menyoroti pentingnya prasarana dan sarana pendidikan guru; dan ada pula
yang memusatkan perhatian kepada perbaikan sistem imbalan bagi guru sehingga
bisa bersaing dengan jabtan-jabatan lain dimasyarakat. Tentu saja semua
saran-saran tersebut di atas memiliki kesahihan,
sekurang-kurangnya secara partial, akan tetapi apabila di implementasikan,
sebagian atau seluruhnya, belum tentu dapat dihasilkan sistem pendidikan guru
dan tenaga kependidikan yang efektif.
Sebaiknya teori
pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang produktif adalah yang memberi
rambu-rambu yang memadai di dalam merancang serta mengimplementasikan
program pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang lulusannya mampu
melaksanakan tugas-tugas keguruan di dalam konteks pendidikan (tugas
professional, kemanusiaan dan civic). Rambu-rambu yang dimaksud
disusun dengan mempergunakan bahan-bahan yang diperoleh dari tiga sumber yaitu:
pendapat ahli, termasuk yang disangga oleh hasil penelitian ilmiah, analisis
tugas kelulusan serta pilihan nilai yang dianut masyarakat. Rambu-rambu yang
dimaksud yang mencerminkan hasil telaah interpretif, normative dan
kritis itu, seperti telah diutarakan di dalam bagian uraian dimuka,
dirumuskan ke dalam perangkat asumsi filosofis yaitu asumsi-asumsi yang
memberi rambu-rambu bagi perancang serta implementasi program yang dimaksud.
Dengan demikian, perangkat rambu-rambu yang dimaksud merupakan batu ujian di dalam
menilai perancang dan implementasi program, maupun di dalam
“mempertahankan” program dari penyimpngan-penyimpangan pelaksanaan ataupun dari
serangan-serangan konseptual (Fadli, 2010).
3.
Upaya Mewujudkan Filsafat Pendidikan di
Indonesia
Pendidikan di
Indonesia baru dalam tahap perhatian. Perhatian-perhatian terhadap perlunya
filsafat pendidikan itupun baru muncul disana-sini belum terkoordinasi menjadi
suatu perhatian besar untuk segera mewujudkanya. Kondisi seperti ini tidak
terlepas dari kesimpangsiuran pandangan para pendidik terhadap pendidikan
itu sendiri,seperti telah diungkapkan di atas.
Ada suatu hasil
penelitian bertalian dengan hal di atas yang dilakukan oleh Jasin, dan
kawan-kawanya (1994), dengan responden para mahasiswa PGSD, SI, S2, dan S3 IKIP
Jakarta dan para ahli pendidikan di Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Penelitian
itu menemukan hal-hal sebagai berikut :
·
Lebih dari separo responden menginginkan
penegasan kembali pengertian pendidikan dan pengajaran.
·
Hampir separo
responden mahasiswa dan dosen berpendapat bahwa ilmu pendidikan kurang
dikembangkan, sementara itu seperlima para ahli pendidikan menyatakan
pendidikan kurang fungsional untuk menyiapkan para calon guru.
·
Para mahasiswa dan
dosen berpendapat pendidikan adalah ilmu mandiri, sementara itu hampir
sepertiga para ahli menyatakan ilmu pendidikan adalah ilmu terapan.
·
Semua responden menyatakan
kurang mengenal struktur ilmu pendidikan. Karena keragaman pandangan
di atas membuat responden terpecah menjadi sebagian mendukung pernyataan
guru tidak mendidik melainkan mengajar dan sebagian lagi menolak.
Dari hasil penelitian
tersebut di atas dapat ditarik sejumlah masalah bertalian dengan ilmu
pendidikan, yaitu :
·
Belum jelas pengertian
pendidikan dan pengajaran.
·
Ilmu Pendidikan kurang
dikembangkan.
·
Ilmu Pendidikan kurang
fungsional untuk menyiapkan para calon guru.
·
Belum jelas apakah
ilmu Pendidikan merupakan ilmu dasar atau ilmu terapan.
·
Struktur ilmu
pendidikan kurang dikenal.
·
Belum jelas apakah
guru mendidik dan mengajar atau hanya mengajar saja.
Keenam masalah
tersebut di atas menunjukan bahwa pendidikan, khususnya pendidikan sebagai ilmu
belum ditangani. Mulai dari pengertian, apakah sebagai ilmu dasar atau
ilmu terapan, struktur ilmu itu, sampai dengan penerapannya pada para calon
guru dan guru-guru masih belum jelas. Kondisi ilmu pendidikan seperti ini
terjadi karena memang ilmu itu belum digali dan dikembangkan.
Untuk mengembangkan
ilmu Pendidikan yang bercorak Indonesia secara valid, terlebih
dahulu dibutuhkan pemikiran dan perenungan itu adalah filsafat yang khusus
membahas pendidikan yang tepat diterpkan dibumi Indonesia . Dengan kata lain,
untuk menemukan teori-teori pendidikan yang bercorak Indonesia dibutuhkan
terlebih dahulu rumusan filsafat pendidikan yang bercorak Indonesia pula.
Bagaimana kiat untuk
meningkatkan kegiatan usaha merumuskan filsafat pendidikan Indonesia ini,
yang kini baru dalam tahap perhatian yang bersifat sporadic?Tampaknya
kiat itu perlu disesuaikan dengan alam kebiasaan bangsa Indonesia saat ini.
Sesuatu akan terjadi
secara relative lebih mudah bila gagasan itu bersumber dari dan disepakati atau
disetujui oleh pemerintah. Filsafat pendidikan akan lebih mudah mendapat jalan
dalam perkembanganya manakala
pemrakarsa dapat menggugah hati pemerintah
untuk menyetujuinya.
Upaya
mendorong pemerintah untuk memberi syarat akan pentingnya merumuskan filsafat
pendidikan dan teori pendidikan yang bercorak Indonesia sudah pernah dilakukan
menjelang sidang umum MPR (kompasa, 27 Nopembert 1992), sebagai satu
sumbangaan untuk bahan sidang umum itu. Namun GBHN 1993 sebagai produk sidang
itu, tidak mencantumkan
perlunya perumusan filsafat dan teori pendidikan itu. Hal ini menunjukkan
kemauan politik pemerintah kearah itu belum ada. Mudah-mudahan di waktu-waktu yang akan datang
kemauan itu akan muncul.
Di
samping kunci utama untuk memulai kegiatan pengembangan filsafat pendidikan itu
belum ada, ada lagi kunci kedua yang membuat sulitnya mengembangkan filsafat
dan teori pendidikan itu, yaitu kesulitan menjabarkan sila-sila Pancasila agar
mudah diterapkan di lapangan. Memang benar sila-sila Pancasila sudah dijabarkan
menjadi 45 butir, tetapi penjabanran itu belum tentu sesuai dengan kebiasaan
kerja para ahli pendidikan yang membuat hasil kerja mereka lebih mudah
diterapkan di lapangan.Sampai sekarnag tidak
setiap ahli diperkenankan menjabarkan sila-sila Pancasila. Yang diperbolehkan menjabarkan sila-sila itu
hanya BP7 pusat, dengan maksud sangat mungkin unutk menghindari
kesimpang-siuran makna sila-sila Pancasila itu sendiri.
Tetapi
bila para ahli pendidikan yang berwenang merumuskan filsafat pendidikan tidak
diperkenankan menjabarkan atau menafsirkan sendiri sila-sila Pancasila
itu akan membatasi kebebasan mereka berfikir dan mewujudkan filsafat itu. Bila
hal itu tidak bisa ditawar-tawar, mungkin dapat diambil jalan kompromi
yaitu dengan dibentuk tim yang anggotanya beberapa ahli pendidikan dan beberapa
anggota BP7 pusat. Dengan cara
ini kemacetan salah satu faktor penghambat pengembangan filsafat
pendidikan di Indonesia dapat diatasi.
Andaikan
isyarat untuk mewujudkan filsafat pendidikan sudah ada atau sudah ada suatu
kelompok yang berupaya merumuskan filsafat itu, maka ada beberapa hal yang
harus dipikirkan. Hal-hal yang dimaksud
adalah:
·
Apakah filsafat
pendidikan yang akan dibentuk, yang sesuai dengan kondisi dan budaya Indonesia
akan diberi nama Filsafat Pendidikan Pancasila atau dengan nama lain ?
·
Apakah filsafat
pendidikan itu diambil dari filsafat pendidikan internasional yang sudah ada,
dengan memilih salah satu dari Esensilais, Perenialis, Progesivise,
Rekonstruksionis, dan Eksistensialis? Sehingga tinggal merevisi agar cocok
dengan kondisi Indonesia.
·
Ataukah filsafat itu
dimunculkan bersumber dari filsafat-filsafat umum yang berlaku secara
Internasional, seperti yang dilaksanakan oleh Negara Australia. Ahli pendidikan
di Australia menyatakan filsafat yang mendasari pendidikan mereka adalah Liberal, Demokrasi,
dam multicultural Seakan-akan mereka tidak memiliki filsafat khusus tentang
pendidikan ( Made Pidarta, 1997 : 102 ).
ISPI (1989)
mengingatkan bahwa tugas utama para ahli ilmu Pendidikan adalah
·
mengungkapkan pikiran
yang sistematik dan mendasar mengenai implikasi filsafat Pancasila dalam
filsafat pendidikan nasional yang akan dibentuk, dan
·
dalam mengungkapkan
sumber-sumber dari luar termasuk teori pendidikan dan perlu diadakan
saringan-saringan agar sesuai dengan filsafat negara kita (Made Pidarta, 1997
: 104).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
a.
Filsafat membahas sesuatu dari segala
aspeknya yang mendalam sampai ke akar-akarnya, sedang kebenaran ilmu itu
bersifat relative, karena kebenaran ilmu hanya ditinjau dari segi yang diamati
dan hanya sebagian kecil saja.
b.
Untuk mengembangkan ilmu Pendidikan yang bercorak Indonesia
secara valid, terlebih dahulu dibutuhkan pemikiran dan perenungan
itu adalah filsafat yang khusus membahas pendidikan yang tepat diterpkan dibumi
Indonesia.
c.
Di Indonesia belum punya teori tentang pendidikan
guru dan tenaga kependidikanyang bercorak Indonesia.
B.
Saran-Saran
a.
Makalah ini merupakan resume dari berbagai
sumber, untuk lebih mendalami isi makalah kiranya dapat merujuk pada sumber
aslinya yang tercantum dalam daftar pustaka.
b.
Kritik dan saran yang membangun tentunya
sangat diharapkan untuk kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://endrajuniandi.blogspot.co.id
No comments:
Post a Comment